TANDA DALAM PEMALI YANG DILAKSANAKAN MASYARAKAT ETNIK MANDAR DI KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR: TINJAUAN SEMIOTIKA CHARLES SANDERS PEIRCE

Amiruddin Amiruddin, M. Bahri Arifin, Syamsul Rijal

Abstract


Pemali ialah hal-hal yang dilarang atau sesuatu yang tidak boleh dilakukan, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Setiap etnik di Indonesia memiliki pemali yang diterapkan di setiap kegiatan sebagai wujud kearifan dalam memaknai dan menyikapi kehidupan. Ikatan aturan tersebut lama-kelamaan melekat dalam diri setiap masyarakat sehingga meski tidak berada di daerah asal, aturan tersebut tetap diterapkan. Salah satu etnik di Indonesia yang masih menerapkan pemali meski telah melakukan migrasi, yaitu etnik Mandar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemali-pemali yang masih dilaksanakan dan menjelaskan makna tanda dalam pemali masyarakat etnik Mandar. Penelitian ini termasuk penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif yang dipaparkan secara deskriptif. Data penelitian ini, yaitu pemali yang disampaikan dan diterapkan oleh masyarakat etnik Mandar. Adapun sumber data adalah masyarakat etnik Mandar yang telah mendiami dan menjadi penduduk di Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur. Teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu teknik wawancara yang dikombinasikan dengan teknik rekam dan catat. Teknik analisis data yang digunakan, yaitu teknik analisis interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap pemali terdapat tanda-tanda yang memiliki makna berbeda-beda sesuai dengan keyakinan, tradisi, dan lingkungan masyarakat etnik Mandar. Makna tanda-tanda tersebut memiliki fungsi untuk memberikan pelajaran tentang kesehatan, sopan santun, kebersihan, keselamatan, keagamaan, keberkahan hidup, rasa syukur, hidup sosial, dan kesejahteraan keluarga.

 

Pemali are things that are prohibited or something that should not be done, both in the form of speech and deeds. Every ethnic group in Indonesia has a leader who is applied in every activity as a form of wisdom in interpreting and responding to life. These rules are gradually embedded in every society so that even though they are not in their home areas, the rules are still applied. One of the ethnic groups in Indonesia who still applies pemali despite migrating, namely ethnic Mandar. This study aims to find out the diggers who are still being carried out and explain the meaning of the signs in the Mandali ethnic community pemali. This study included field research with a qualitative approach that was described descriptively. The data of this study, namely the pemali delivered and applied by the ethnic Mandar community. The data sources are ethnic Mandar people who have inhabited and become residents in Samarinda City, East Kalimantan Province. Data collection techniques used, namely interview techniques combined with recording and recording techniques. The data analysis technique used is interactive analysis techniques. The results of the study show that each pemali there are signs that have different meanings according to the beliefs, traditions and environment of the Mandar ethnic community. The meaning of these signs has a function to provide lessons on health, courtesy, cleanliness, safety, religion, life blessings, gratitude, social life, and family welfare.


Keywords


semiotika, pemali, masyarakat etnik Mandar

Full Text:

PDF

References


Adrian, Kevin. 2018. “Mari Kita Telusuri Proses Pembenukan Urine”. https://www.alodokter.com/mari-kita-telusuri-proses-pembentukan-urine (diakses 14 Januari 2019).

Akhlak, A., Arifin, M., & Rijal, S. 2019. “Pemali Dalam Masyarakat Etnik Banjar Di Kota Samarinda: Suatu Tinjauan Semiotika.” Ilmu Budaya (Jurnal Bahasa, Sastra, Seni dan Budaya), 3(2), 121-130.

Alimuddin, Asmadi. 2013. Pakkacaping Mandar: Petikan Dawai Pemenuh Janji pada Langit. Yogyakarta: Ombak anggota Ikapi.

Alimuddin, Ridwan Muhammad. 2005. Orang Mandar Orang Laut. Jakarta: Keputakaan Populer Gramedia.

Arief, N.K. 2018. “Dampak Sering Melamun”. https://www.alodokter.com/ komunitas/topic/dampak-melamun (diakses 15 Januari 2019).

Arifin. M Bahri dan Syamsul Rijal. 2017. Bahasa di Daerah Kalimantan Timur. Yogyakarta: CV. Istana Agency.

Dahlan, Dahri. 2009. “Sistem Produksi, Fungsi, dan Ide Penggunaan Mantra Nelayan Tradisional” Skripsi Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Makassar. Tidak diterbitkan.

Moleong, Lexy Johannes. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdarkarya.

Pongsilurang, dkk. 2014. “Pemahaman dan Penggunaan Pemali oleh Masyarakat Toraja dalam Kaitannya dengan Perilaku Kesehatan”. http://ris.uksw.edu/download/makalah/kode/M01664 (diakses 15 November 2017).

Rohidi, Tjetjep. 2000. Kesenian dalam Pendekatan Kebudayaan. Bandung: STISI Press Bandung.

Rokhmansyah, Alfian. 2014. Studi dan Pengkajian Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Savitri, Tania. 2018. “Apa itu Bisul?”. https://hellosehat.com/penyakit/bisul/ (diakses 14 Januari 2019).

Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sujarweni, V Wiratna. 2014. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Syahfitri, N., Arifin, M., & Rijal, S. 2019. “Pemali Dalam Masyarakat Etnik Bugis Di Kota Samarinda: Suatu Tinjauan Semiotika.” Ilmu Budaya (Jurnal Bahasa, Sastra, Seni dan Budaya), 3(2), 221-232.

Zaimar, Okke K.S. 2008. Semiotika dan Penerapannya dalam Karya Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Zoest, Van Aart dan Panuti Sudijman. 1996. Serba-serbi Semiotika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.




DOI: http://dx.doi.org/10.30872/jbssb.v3i4.2127

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2019 Amiruddin, M. Bahri Ariffin, Syamsul Rijal

Editorial address:

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Mulawarman
Jl. Ki Hajar Dewantara, Gunung Kelua, Kec. Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Indonesia 75123
Email: jurnalilmubudaya.fibunmul@gmail.com
Website: http://e-journals.unmul.ac.id/index.php/JBSSB 

 

Creative Commons License

Ilmu Budaya: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Budaya is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License